Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 14 Juni 2015

Saat sakaratul maut datang



Saat Sakaratul Maut itu datang
Seorang kerabat beberapa waktu yang lalu meninggal dunia setelah jatuh dari pohon rambutan di depan rumahnya. Saat kakinya terpeleset dari ranting pohon rambutan, badannya limbung dan terjatuh menimpa pagar besi yang berada tepat di bawah ranting pohon rambutan tersebut. Ujung besi pagar yang runcing menancap di rusuk dan pinggangnya. Dan ternyata ujung pagar besi itu tembus sampai paru-paru.  Istrinya, “mungkin khilaf”, menangis menyesali kenapa suaminya harus naik ke atas pohon rambutan itu yang “menyebabkan” dia meninggal.
Saat seorang saudara bercerita kepada saya tentang kejadian tersebut, saya berkomentar
“Mungkin malaikat mautnya memang sudah menunggu di atas pohon rambutan itu, Da.” Jawab saya.  Saya menjawab dengan nada serius, tapi saudara tersebut tertawa. Mungkin beliau berfikir saya bercanda. Padahal saya bermaksud sungguh-sungguh dengan ucapan “malaikat mautnya berada di atas pohon rambutan”.
Saya cepat meluruskan, takutnya orang berpikir, saya menjadikan kematian orang lain sebagai bahan candaan.
“Ya, Uda,” lanjut saya, “Mungkin bukan karena jatuh dan tertusuk pagar yang tembus ke paru-paru yang membuat beliau meninggal, Tapi bisa jadi sebelum beliau terpeleset, roh di kakinya sudah di cabut oleh malaikat. Sehingga kakinya menjadi lemas dan menjadi tidak kuat untuk menopang berat tubuhnya itulah mungkin yang menyebabkannya terpeleset”.
Sebagian kita mungkin sering mendengar, orang-orang yang medekati sakaratul maut, kakinya terasa dingin. Karena roh dicabut secara berangsur-angsur dimulai dari kaki terlebih dahulu.” Saya melanjutkan dengan nada serius.
“Iya, ya! Benar juga,” beliau akhirnya terdiam mengangguk-angguk. Beliau sepertinya ikut berfikir serius juga mendengar penjelasan saya.
“Saya seringkali memakai logika terbalik Da!,” lanjut saya. “Pernah juga seorang teman saya meninggal saat kecelakaan. Motornya menabrak angkot yang sedang berhenti. Motornya sampai “nyungsep” ke bawah kolong angkot.
Orang-orang heran bilang, “kok bisa ya dia menabrak angkot yang sedang berhenti?” saya menjawab, “Mungkin saat itu nyawa di kakinya sudah dicabut oleh malaikat. Jadi kakinya sudah tidak bisa lagi menginjak rem yang mengakibatkan motornya menabrak angkot yang berhenti.”
Dari saat tabrakan jam 10 malam itu, sampai jam empat pagi saat teman baik saya itu meninggal, beliau tidak sadarkan diri. Saya merenungi, itulah saat-saat sakaratul maut yang harus dilaluinya dalam perjuangan untuk menghadap Yang Maha Kuasa. Allah kemudian mentakdirkannya meninggal dalam usia relative muda, 25 tahun, baru lulus kuliah di salah satu STAI di Bogor, punya motivasi yang tinggi mengajarkan saya dan teman-teman Bahasa Arab.
***
Saya seringkali memakai logika terbalik saat mendengar cerita tentang seseorang yang meninggal akibat kecelakaan atau sejenisnya. Sering kita dengar orang mengatakan seseorang meninggal karena kecelakaan dan lain-lain. Saya sering menaggapi sebaliknya, dia sudah meninggal terlebih makanya kecelakaan itu terjadi. Karena lama waktu sakaratul maut berbeda-beda pada masing-masing orang. Ada yang waktunya berlangsung cepat, dan ada juga yang berangsur-angsur dalam rentang yang lama. Dimulai dengan dicabutnya roh dari kaki, menjalar ke atas sampai berakhir di kerongkongan.
Sakaratul maut adalah saat yang paling berat yang harus kita semua hadapi. Bahkan para nabi dan rasulpun menjalani sakaratul maut yang lebih berat jauh melebihi beratnya sakaratul maut yang dilalui umatnya. Sehingga kita disuruh untuk banyak-banyak berdo’a, memohon diberikan kemudahan menjalani sakaratul maut tersebut. “Allahumma hawwin ‘alaina fii sakaratul mauut”. “Ya Allah, berilah kami kemudahan dalam melewati saat sakaratul maut.”
Maut adalah sebuah keniscayan. Salah satu hal yang perlu  diyakini adalah, bahwa tidak ada orang yang meninggal karena sakit, atau meninggal karena kecelakaan, ataupun sebab-sebab yang lain.  Semuanya pasti pasti karena ajalnya telah ditetapkan Allah sampai disitu. Kecelakaan dan lain-lain hanyalah sebagai pengantar.
Wallahua’lam !!

0 komentar:

Posting Komentar