Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 08 April 2014

(esai) : Sastra Islam dan FLP





SASTRA ISLAM DAN FLP

Apakah Sastra Islam benar-benar ada? Kalau ada seperti apa batasannya? Apakah sama Sastra Islam dengan Sastra Islami? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu masih menjadi polemik dalam dunia kesusasteraan Indonesia
Selama ini istilah Sastra Islam masih disebut secara “malu-malu” dan terselubung oleh para sastrawan Islam. Taufik Ismail menyebut Sastra Dzikir, Kuntowijoyo memakai istilah Sastra Profetik, Danarto menggunakan istilah Sastra Pencerahan, M. Fodoli Zaini  menyebutnya sebagai Sastra yang terlibat dengan dunia dalam, sementara Sutardji Caloum Bachri memberi istilah Sastra Transenden dan Abdul Hadi W.M. mengistilahkan Sastra Sufistik, untuk karya-karya mereka yang berakar dari wacana keimanan atau religiusitas yang dibawanya. Namun selain Abdul Hadi W.M. tak satupun sastrawan di atas yang mengidentikkan penyebutan mereka dengan Sastra Islam. (HTR, 2003).

Selasa, 01 April 2014

(Cerpen) Maafkan Bunda, Anakku! (sebuah kisah ibu dengan anak autis)



Maafkan Bunda, Anakku!
Oleh : Irna Syahrial (FLP Bogor)
(Dimuat di Majalah UMMI)
“Ayah aja ya, yang ambil formulir Dani ke sekolah. Bunda nggak enak badan,” ujarku pada suamiku pagi itu.
 “Kenapa sih, Bunda nggak mencoba untuk tidak menjadikan hal ini sebagai beban pikiran yang berlebihan,”jawab suamiku dengan nada sedikit mengeluh.
Aku diam saja memandangi suamiku yang bersiap-siap ke kamar mandi.                
Jam delapan pagi suamiku berangkat. Setelah menutup pintu pagar, aku masuk kembali ke rumah. Dani, putraku satu-satunya sedang asyik bermain PS. Minggu-minggu terakhir ini waktunya banyak dihabiskan dengan permainan itu.
Kepalaku terasa berat. Aku masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku di tempat tidur. Mataku terpaku pada foto keluarga yang dipasang di dinding kamar. Foto itu diambil dua tahun yang lalu waktu Dani berumur dua tahun. Aku tersenyum menatap Dani. Kata orang-orang wajah Dani sangat mirip dengan wajahku. Mukanya oval, serasi sekali dengan hidungnya yang mancung. Kulitnya yang putih bersih, sangat menggemaskan. Saat kutatap matanya, terasa ada yang miris di hatiku. Mata Dani yang indah itu nyaris tidak pernah menatapku. Hampir tidak pernah Dani bertatapan denganku bahkan sampai 4 tahun usianya kini. Kadang aku merindukan dia membalas tatapanku saat aku memandangi dan menciuminya. Beberapa kali kucoba memaksa, mukanya kupegang, kuhadapkan ke wajahku,