Bincang-Bincang
Mengenai :
Suka
Duka Perjalanan Orang tua Anak Autis
Bersama
: Farhan (Presenter dan orang tua anak Autia)
Dalam
sebuah acara yang digagas oleh Mpati (Masyarakat Peduli Autis Indonesia) di
Lotte Mart Kelapa Gading, Jakarta, pada tanggal 19 September 2015, beberapa
anggota Himpasi (Himpunan Peduli Anak Spesial Indonesia) yaitu Umi Rosmala, Bu
Wiwie, Bu Irna dan Fatimah berkesempatan hadir dan mengikuti acara tersebut. Acara
tersebut diisi oleh Farhan, penyiar radio serta presenter televisi.
**
Farhan
memulai bincang-bincang dengan menceritakan riwayat kesehatan anak pertamanya Rizky, seorang penyandang autisme. Beberapa
hari setelah Rizky dilahirkan secara
vakum pada tahun 1999, dokter mendiagnosanya
mengalami kelainan jantung yang mengharuskannya dioperasi di usia yang belum
genap satu bulan. Pada usia 16 bulan,
Rizky kembali harus menjalani operasi untuk menyuntikkan antibiotik ke dalam
tulang di pergelangan kakinya.
Bayi
Rizky terlihat sangat anteng dibandingkan bayi seusianya dan tidak merepotkan
orang tua. Kondisi yang awalnya dianggap sangat menyenangkan ini justru
merupakan pertanda adanya “kelainan” lain yang dialami Rizky. Pada usia 18 bulan, seorang kerabat Farhan
menyampaikan kecurigaannya tentang kemungkinan Rizky menderita autism. Farhan
membawa Rizky kepada Psikolog Diah Puspita. Psikolog ini menyebut Rizky
“kemungkinan” menderita autism tapi belum bisa memastikan. Karena pada saat itu
kondisi autism pada anak baru bisa dipastikan bila anak sudah berusia 36 bulan.
Namun walaupun belum bisa dipastikan kondisi autism yang dialami Rizky, Farhan
disarankan untuk melakukan terapi perilaku terhadap putra sulungnya tersebut.
Saat ini Rizky sudah berusia 16 tahun dan bersekolah satu tingkat dengan
adiknya yang dua tahun lebih muda di sebuah SMP di Cibubur.
Dari
pengalamannya sebagai orang tua yang memiliki anak autis ini, Farhan memberikan
beberapa masukan bagi orang tua yang memiliki anak autis.
1. Pentingnya Keterbukaan Orang Tua tentang
kondisi anaknya.
Memiliki anak dengan kondisi
“berbeda” dengan anak pada umumnya memang merupakan sebuah perjuangan
tersendiri bagi orang tua. Ada rasa
menolak, kecewa, malu dan bermacam perasaan lain yang berkecamuk. Namun jangan terlalu lama membiarkan perasaan
tersebut mendominasi pikiran. Bersifat terbuka terhadap lingkungan akan sangat membantu. Terlebih
bila menghadapi kondisi seperti anak autis kabur dan tidak bisa pulang ke rumah
dan lain-lain. Tentunya bila lingkungan mengetahui kondisi yang dialami anak
lingkungan akan cepat bertindak memberikan bantuan.
Kondisi bersikap terbuka terhadap lingkungan mengenai
keadaan Rizky ini dirasakan Farhan sangat membantu terutama sekali saat Rizky
diajak ke luar rumah seperti ke mall ataupun ke lokasi syuting dan Rizky.
Seperti halnya saat Farhan syuting “live” suatu acara di TV One, Rizky yang
waktu itu masih berumur 9 tahun tiba-tiba kabur berlari dengan tidak memakai baju.
Untungnya banyak kru yang membantu menangkap
Rizky. Saat ditanya ayahnya kenapa Rizky berlarian tidak memakai baju , Rizky
menjawab karena dia ingin “menghilang”.
2. Membekali anak autis terutama dengan
terapi perilaku terlebih dahulu
Farhan merasakan terapi
perilaku merupakan terapi yang yang utama dibutuhkan anak autis sebelum terapi
lainnya termasuk terapi wicara. Karena kemampuan berperilaku yang tepat akan sangat menentukan
keberhasilan anak anak untuk diterima oleh lingkungan dan juga untuk menjaga
agar anak tidak mengalami perilaku negative dari lingkungan. Termasuk dalam ini adalah Farhan melatih Rizky toilet training. Walaupun saat melepas Rizky
pertama kali sendiri ke toilet umum Farhan sangat “takut” dan “deg-degan”.
3. Bersyukur akan membuat hati lebih
terbuka dan ikhlas
Berusaha menerima keadaan
anak apa adanya sembari mencari sisi positif memiliki anak autis akan membantu
orang lebih bijak menerima keadan anaknya apa adanya. Farhan juga menekankan
orang tua untuk tidak berharap yang muluk-muluk, seperti bahwa anak autis akan
menjadi seperti Einstein, Edison dll. Karena berharap terlalu tinggi suatu saat dapat membuat perasaan terluka.
“Terima anak apa adanya dan
lakukan apa yang bisa dilakukan untuk memandirikan anak seoptimal
mungkin”.
Farhan juga menambahkan
dengan “joke” ringan ala Farhan,
“Berhubung anak saya
“autis”, saya yakin dia tidak akan pernah menjadi “buronan” KPK,” ujar Farhan
diikuti gelak tawa penonton.
Bogor, 23 September 2015.